Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. Tito Latif Indra, S.Si., M.Si., sebagai guru besar tetap dalam Bidang Ilmu Geografi Lingkungan Kebencanaan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), pada Rabu (15/1) di Balai Sidang, Kampus UI Depok. Pada pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., Prof. Tito menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Mengintegrasikan Ruang-Risiko-Resiliensi dalam Menghadapi Tantangan Kebencanaan di Indonesia”. Ia merupakan Guru Besar ke-6 yang dikukuhkan di UI pada tahun 2025.
Menurut Prof. Tito, hal yang disampaikannya berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi kebencanaan yang kian kompleks di Indonesia, sebuah negara yang diberkahi keindahan geografis sekaligus dihadapkan pada tantangan bencana yang beragam. “Indonesia, negara dengan konstelasi regional yang kompleks, berdiri di atas 4 lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Eurasia, IndoAustralia, Pasifik dan Filipina,” ujar Prof. Tito, Wakil Dekan II FMIPA UI.
Ia menambahkan, Indonesia juga dilalui oleh 2 sirkum pegunungan vulkanik, yaitu sirkum mediterania dan Pacific Ring of Fire dan letaknya di ekuator yang dipengaruhi oleh Inter-Tropical Convergence Zone (ITCZ) menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kerentanan bencana yang tinggi. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB) selama tahun 2023 telah terjadi 4.940 kejadian bencana di Indonesia yang didominasi oleh bencana kebakaran hutan dan lahan, banjir, dan cuaca ekstrem.
Secara spasial, kejadian bencana lebih banyak terjadi pada wilayah-wilayah yang mengalami deforestasi dan alih fungsi lahan yang masif. Di sisi lain, dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan bencana semakin signifikan yang berdampak pada lebih dari 9 juta jiwa masyarakat dan rusaknya ribuan infrastruktur.
Melihat kondisi dan tren kebencanaan di Indonesia yang semakin meningkat dan menantang, Prof. Tito mengatakan bahwa tidak heran Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla pernah berpesan, “Indonesia Supermarket bencana, harus diatasi dengan kekuatan!”. Untuk itu, kutipan ini menjadi refleksi yang relevan dengan konteks selanjutnya, yaitu tentang “memanfaatkan” kekuatan teknologi khususnya teknologi geospasial dalam mengatasi tantangan kebencanaan di Indonesia.
“Salah satu kekuatan terbesar yang dapat kita maksimalkan adalah kekuatan teknologi geospasial. Perkembangan teknologi geospasial yang pesat, dapat dioptimalkan menjadi salah satu alat utama dalam manajemen bencana di Indonesia,” katanya. Saat ini, perkembangan teknologi geospasial telah mencapai tahap penggunaan platform cloud computing atau komputasi awan dalam proses pemetaan dan pengolahan data. Salah satu platform tersebut adalah Google Earth Engine (GEE).
GEE adalah platform cloud computing yang memuat kumpulan big data spasial citra satelit selama lebih dari 40 tahun dengan kinerja komputasi tinggi yang diluncurkan pada tahun 2010. Platform ini mengelaborasikan big data, cloud computing dan artificial intelligence dalam proses analisis spasial dan bersifat open access platform.
“Secara keseluruhan, teknologi geospasial bukan hanya sekadar peta. Ia adalah kekuatan teknologi yang mampu mengintegrasikan data ruang dengan berbagai dimensi risiko dan resiliensi. Teknologi ini memungkinkan kita tidak hanya memahami ancaman secara lebih mendalam, tetapi juga merancang langkah mitigasi dan adaptasi yang lebih efektif. Dalam konteks Indonesia yang rawan bencana, penguasaan teknologi ini bukan lagi sebuah opsi, melainkan kebutuhan mendesak untuk melindungi masyarakat dan lingkungan,” ujar Prof. Tito.
Ia menekankan, dalam menghadapi tantangan kebencanaan yang kian kompleks, kita harus mampu mengintegrasikan tiga elemen utama, yaitu ruang, risiko, dan resiliensi. Pemahaman yang mendalam mengenai
karakteristik ruang atau wilayah yang rawan bencana, pemetaan risiko yang tepat, serta penguatan kapasitas resiliensi masyarakat adalah kunci utama dalam merancang strategi mitigasi yang lebih efektif dan adaptif.
“Penelitian dan pengabdian saya selama ini berfokus pada upaya untuk menghubungkan ketiga elemen ini dalam konteks nyata. Dengan riset yang mendalam, saya bersama tim mencoba memberikan solusi berbasis data yang dapat memperkuat ketangguhan masyarakat dan meminimalisir dampak bencana. Namun, riset semata tidak cukup tanpa adanya implementasi langsung yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berkolaborasi lebih erat dalam merancang kebijakan kebencanaan yang responsif dan berbasis pada pemahaman ruang, risiko dan resiliensi yang sinergis,” tuturnya.
Hingga saat ini, ia telah banyak meneliti dan menulis mengenai mitigasi dan adaptasi kebencanaan. Beberapa karya ilmiahnya telah dipublikasikan, di antaranya berjudul Sintesis Strategi Dekarbonisasi di Wilayah IKN berbasis Proyeksi Above Ground Carbon Sequestration (AGC) Loss dan Identifikasi Local Initiative Berwawasan Lingkungan (2024); Wilayah Cimandiri Patahan dan Sekitarnya dilihat dari Perspektif Geografi Fisik (2024); dan Flood Disaster Prediction Model Using Long Short-Term Memory (LSTM) in Pekalongan (2023).
Sebelum dikukuhkan menjadi guru besar UI, Prof. Tito telah menjalani pendidikan sarjana hingga doktor di UI. Pada 1998, ia lulus S1 Departemen Geografi, FMIPA UI. Masih di fakultas yang sama, ia menamatkan pendidikan magister pada 2002. Kemudian, pada 2013 ia berhasil mendapatkan gelar doktor dari Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI.
Dalam pengukuhannya tersebut, turut hadir Deputi Pemberdayaan masyarakat Desa Tertinggal dan Tertentu Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc.; Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dr. Nelly Florida Riama, M.Si.; Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN Ir. Embun Sari, M.Si.; Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H. Pradi Supriatna, S.Kom. M. M. S. I.; Wakil Walikota Depok Terpilih Chandra Rahmansyah, S.Kom, M.TI.; Walikota Sukabumi Terpilih H. Ayep Zaki; Wakil Walikota Sukabumi Terpilih Bobby Maulana; dan Wakil Direktur Topografi TNI Angkatan Darat Kolonel (CTP) Ir. Supriyadi Amperanto, S.Si.