SELAMAT
DR. HAFID SETIADI
Selamat atas berhasilnya menyandang gelar Doktor dari PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
Judul Disertasi:
Proses dan Pola Keruangan Politik Teritorial di Pulau Jawa Abad ke-15 s/d ke-19 dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Kota
Hafid Setiadi ( 08/276641/SGE/147)
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
Pembimbing: Prof. Dr. Hadi Sabari Yunus, MA, Drs; Prof. Dr. Bambang Purwanto, MA
________________________________________
INTISARI: Penelitian ini membahas keterkaitan antara gejala geopolitik dan pertumbuhan kota di Pulau Jawa dari abad ke-15 hingga ake-19. Tujuan pertamanya adalah untuk memahami proses dan pola keruangan politik teritorial dalam kaitannya dengan konsep pusat yang dianut oleh berbagai rezim kekuasaan. Adapun tujuan keduanya adalah untuk memahami implikasi penerapan politik teritorial oleh setiap rezim kekuasaan terhadap pola keruangan kemunculan dan keruntuhan kota di Pulau Jawa. Agar dapat mendalami konsep pusat yang mencerminkan keutamaan kota sebagai produk sekaligus simbol kekuasaan, penelitian ini menggunakan pendekatan spasial dan pendekatan diakronik. Sejalan dengan pemahaman kota sebagai sebuah teks, metode analisis yang diterapkan mengacu pada pemikiran hermeneutika yang mengedepankan metode pembacaan teks. Data penelitian berasal dari sumber-sumber sekunder terutama berupa hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam bentuk artikel, buku, maupun makalah seminar. Berkenaan dengan tujuan pertama, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada abad ke-15 tradisi Islam telah memodifikasi konsep pusat di Pulau Jawa dengan memperkenalkan “masjid” sebagai kode geopolitik baru menggantikan “gunung suci’ warisan tradisi India, tanpa merubah atribut “suci dan sempurna” yang melekat pada kekuasaan raja. Proses keruangan politik teritorial pada era kekuasaan Islam senantiasa berupaya untuk memastikan kekuasaan absolut raja. Proses ini membentuk pola keruangan politik teritorial berbasis kekerabatan yang dikendalikan secara hirarkis oleh suatu pusat dominan. Pada abad ke-17 atribut tersebut terhapus oleh tradisi Barat yang lebih menonjolkan atribut ekonomi. Proses keruangan politik teritorial era kekuasaan Barat yang awalnya berorientasi pada monopoli perdagangan akhirnya beralih ke perluasan produksi. Pola keruangan politik teritorial pun berubah dari penguasaan simpul perdagangan berbasis perjanjian dagang menjadi pengendalian teritorial secara hirakis berbasis birokrasi. Berkenaan dengan tujuan kedua, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa politik teritorial pada era kekuasaan Islam maupun Barat diwarnai oleh penguatan pinggiran dan likuidasi politik yang berimplikasi pada kemunculan dan keruntuhan kota-kota. Di bawah rezim kekuasaan Islam bertradisi maritim-sawah, kemunculan pusat dominan di pantai utara diikuti oleh pelemahan fungsi ekonomi beberapa kota pelabuhan dan penurunan fungsi politik beberapa kota pedalaman. Di masa rezim kekuasaan Islam bertradisi sawah, berpindahnya pusat dominan ke suatu dataran subur diiringi oleh kemunculan kembali beberapa kota pedalaman pada tempat-tempat yang secara primordial dapat merepresentasikan kekuasaan raja. Ketika rezim merkantilisme VOC berkuasa, pusat dominan berpindah ke bagian barat pantai utara. Beberapa kota di pantai utara juga muncul sebagai pusat distribusi perdagangan pada tempat-tempat yang menjanjikan banyak keuntungan. Penerapan sistem birokrasi kolonial, kapitalisasi perkebunan, dan pembukaan aksesibilitas pedalaman oleh rezim Hinda-Belanda menyebabkan munculnya kota-kota yang merepresentasikan beberapa fungsi sekaligus termasuk pengendalian teritorial, basis produksi, dan simpul transportasi pedalaman; bahkan pada tempat-tempat di pantai selatan dan ujung timur Pulau Jawa yang secara primordial dipandang beridentitas geopolitik negatif.
Kata kunci politik teritorial, rezim kekuasaan, pusat, kode geopolitik, kota
Program Studi S3 Ilmu Geografi UGM